Karena pada tahap Abad Pertengahan ini akidah Kristen mendominasi, maka penting pulalah kiranya untuk mengenali dasar-dasar religiusnya.
Dan berikut ini adalah ringkasan tentang akidah, sejarah, dan Filsafat Kristen dasar beserta pendahulunya, Yahudi. Dimulai dari telaah paham Yahudi yang menjadi dasar akidah di Kitab Injil Perjanjian Lama:
YAHUDI
Tentang Sejarah Yahudi dan Injil Perjanjian Lama yang menjadi bagian penting dari Injil:
Para ahli dan bahkan penganut agama Yahudi dan Kristen yang mengetahui sejarah dan mau bersikap jujur-kritis, sebenarnya sudah banyak yang mengakui bahwa kitab Taurat yang ada sekarang, yang kaum mayoritas dari mereka sucikan sekarang ini, ternyata bukanlah salinan langsung dan asli dari Taurat yang diberikan oleh Tuhan Semesta Alam kepada Nabi Musa ‘alaihis salaam (di Injil dikenal sebagai Moses).
Ini hanyalah sebuah kitab yang ditulis oleh generasi Israel yang hidup ratusan tahun setelah masa kehidupan Nabi Musa ‘alaihis salaam.
Nabi Musa ‘alaihis salaam sendiri memang diketahui telah menuliskan Taurat pada Loh Batu, dan dimasukkan ke dalam Tabut, yang antara lain tentang ini juga dimaktubkan dalam Injil Keluaran 24:12, 25:21, 35:12, 34:1-4.
Dan, sepuluh Perintah Tuhan Kitab Taurat Musa itu ada pada Injil kitab Ulangan 5:7-21:
Jangan ada padamu Tuhan lain di hadapanKu
Jangan membuat patung yang menyerupai apapun yang dilangit atas atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air dibawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya, atau beribadah kepadanya.
jangan menyebut nama Tuhan, Allohmu, dengan sembarangan
tetaplah ingat dan kuduskan hari Sabat (Sabtu)
hormatilah ayahmu dan ibumu
jangan membunuh
jangan berzinah
jangan mencuri
jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu
jangan mengingini istri sesamamu dan harta-harta mereka
Sebab utama dari ketidakaslian ini dapat ditelusuri dalam rangkaian fakta sejarah, dan dimulai setidaknya saat setelah wafatnya Nabi Sulaiman ‘alaihis salaam (di Injil dikenal sebagai Solomon atau Schlomo atau Salomo), Nabi besar Yahudi, Kristen, dan Islam, pada tahun 992 SM (Sebelum Masehi), saat kerajaannya terpecah-belah menjadi dua bagian besar:
Kerajaan Bagian Utara, bernama Kerajaan Israel, yang terdiri dari 10 suku Israel, dibawah pimpinan Raja Yerobeam (lihat Injil I Raja-raja 13:33, 14:20) dan ibukotanya berpindah-pindah dari Sikhem, Pnuel, Tirza dan akhirnya Samaria (lihat Injil I Raja-raja 12:25a, 12:25b, 14:17, 16:24,29).
Elohim adalah nama Tuhan dari Kerajaan Israel Utara.
Kerajaan Bagian Selatan, bernama Kerajaan Yehuda, yang terdiri dari 2 suku Yahudi, dan rajanya bernama Rehabeam (lihat Injil I Raja-raja 14:21-31) dengan ibukota Yerusalem.
Yerusalem (atau ”Daarussalaam”, kota yang disucikan Islam, Kristen dan Yahudi) dan kota para Nabi selain Makkah, adalah tempat menyimpan tabut berisikan kitab Taurat di masa ini.
Dan Jahweh atau Yahweh atau Yehova adalah nama dari Tuhan Kerajaan Israel Selatan dari suku Yehuda dan Benyamin ini.
Namun raja Israel, Yerobeam, tidak senang dan tidak setuju menjadikan Yerusalem sebagai pusat peribadatan, walaupun tabut Musa ‘alaihis salaam ada di sana, dan ia memilih kota Betel dan Dan sebagai pusat peribadatan baru. Ia pun mendirikan patung anak lembu dari emas sebagai obyek peribadatan mereka (Injil I Raja-raja 12:26-33), sebagai lambang dewa kesuburan.
Ini sekaligus membuat Israel kembali menyembah berhala (Injil I Raja-raja 13:34, 15:30,34; II Raja-raja 10:29, 13:6, 14:24, 17:22).
Penyembahan berhala ini juga membuat kemelut di kalangan rakyat Israel sendiri, dan mencapai puncaknya pada masa Raja Ahab.
Nabi Elia dikenal menentang keras penyembahan itu, sedangkan istri dari raja Ahab itu, yang bernama Ratu Izebel, justru secara terang-terangan mempopulerkan penyembahan berhala yang bernama Baal.
Dan di antara unsur dari bentuk peribadatannya, adalah melakukan persundalan (perzinahan) yang dilakukan di dalam kuil-kuil dewa, dan berbagai bentuk peribadatan berupa perilaku seksual yang tentu saja justru sangat bertentangan dengan hukum Taurat.
Maka tentulah saja lama-kelamaan mereka melupakan ajaran Taurat.
Alloh subhanahu wa ta’aala kemudian menakdirkan bahwa, Raja bangsa Asyur atau Asyuria (yaitu wilayah Syria saat ini) yang bernama Raja Sargon II, dapat menghancurkan Kerajaan Utara (Israel) pada tahun 722 SM, dan sekitar 27.290 penduduk Israel dari golongan menengah-atas, dibuang (Injil I Raja-raja 14:15, 17:18; II Raja-raja 17:5-6). Penduduk bangsa lain dipindahkan pula ke negeri Israel, sehingga terjadilah asimilasi ras keturunan maupun kepercayaan karenanya.
Kerajaan Selatan (Yehuda) pun tak luput dari serangan penguasa lain. Pada tahun 586 SM, Kerajaan Yehuda diserbu oleh Raja Nebukadnezar dari Kerajaan Babylonia (Iraq-Iran) dan tempat-tempat ibadah Yahudi serta tabut berisi Taurat Musa pun hancur pula karenanya. Semua pejabat dan rakyatnya digiring ke Babylonia, kecuali yang sakit, miskin, dan cacat (Injil II Raja-raja 25:1-21).
Di negeri pembuangan ini, terjadilah kawin campur orang-orang Yahudi dengan penduduk setempat sehingga terjadilah pula asimilasi keturunan maupun kepercayaan, bahkan akhirnya mereka tidak lagi mengerti bahasa ibunya sendiri.
QS Al Israa ayat 2-7 (17:2-7):
(2) Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): "Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku,
(3) (yaitu) anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya Dia adalah hamba (Alloh) yang banyak bersyukur.
(4) Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali [*] dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar".
(5) Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan Itulah ketetapan yang pasti terlaksana.
(6) Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.
(7) jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.
[*] Tafsir umum: yang dimaksud dengan membuat kerusakan dua kali ialah pertama menentang hukum Taurat, membunuh Nabi Syu'ya dan memenjarakan Armia dan yang kedua membunuh Nabi Zakaria dan bermaksud untuk membunuh Nabi Isa ‘alaihis salaam. akibat dari perbuatan itu, Yerusalem dihancurkan (Al Maraghi).
Lima puluh tahun kemudian, penguasa atau penjajah bangsa Yahudi yaitu Kerajaan Babylonia itu melemah, dan pada 539 SM, Kerajaan Babylonia kalah oleh Raja Cyrus atau Koresy (atau sebagian menyebutnya sebagai Alexander) dari Kerajaan Persia. Raja Cyrus kemudian mengijinkan bangsa Yahudi kembali ke Yerusalem, maka pada sekitar tahun 397 SM Nabi Uzair (Nabi Ezra) memimpin eksodus 1.800 orang Yahudi menuju Yerusalem.
Di masa ini pulalah, para Rabbi (pendeta Yahudi) dan para pihak pemegang mandat aristokrasinya melarang kawin campur antara Yahudi dengan non-Yahudi lebih jauh, untuk upaya terakhir menyelamatkan bangsa Yahudi yang tersisa dari semakin dalamnya asimilasi suku, bahasa, kebudayaan dan bahkan kepercayaan, yang menyapu bersih peradaban dan agama bangsanya.
Pada masa itulah, diduga Nabi Uzair ‘alaihis salaam (atau dengan dibantu pihak yang berkaitan dengan beliau) merevisi dan menyusun kembali Kitab Ulangan dan menambahkan empat (4) kitab sejarah Israel di masa Musa (yaitu yang dikenal sebagai Kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, dan Bilangan) yang kemudian disebut sebagai ”Taurat Musa” itu.
Namun karena sebagian besar bangsa Yahudi sudah tidak dapat berbahasa Ibrani lagi, maka Kitab yang disebut sebagai Taurat itupun, diterjemahkan ke dalam Bahasa Aram.
Kemudian, Kitab yang ditulis Ezra itu pun ternyata di kemudian hari juga lenyap dibakar oleh Raja Syria, Raja Anthiokus, pada tahun 170 SM.
Raja lain, Raja Titus, seorang Raja Romawi, dicatat juga berusaha melenyapkan tulisan-tulisan itu.
Setelah masa itu, ditemukanlah salinan-salinan ’suci’ warisan lama dalam bahasa Ibrani dengan huruf Aram, dan pada sekitar tahun 250 SM, sisa naskah kuno itu diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani oleh Ptolomeus Philadelphi dari Alexandria yang salinan ini kemudian disebut sebagai ”Septuaginta”.
Naskah asli Septuaginta ini sendiri, namun, kemudian juga hilang pada jaman Origenes Adamanthios.
Lebih jauh, Nabi Yeremia, melalui suratnya yang juga dicatat di Injil, menyatakan bahwa lima kitab pertama dari Alkitab yang diklaim sebagai Taurat tersebut, adalah suatu bentuk kebohongan yang diklaim sebagai Kitab Taurat (atau Kitab palsu).
Kitab Yeremia 8:8 Bagaimanakah kamu berani berkata: ”Kami bijaksana, dan kami mempunyai Taurat Tuhan”? Sesungguhnya, pena palsu penyurat sudah membuatnya menjadi bohong.
Jadi, Kitab Taurat Musa yang asli telah kabur dimakan sejarah sejak abad VI SM.
Kitab Taurat Musa yang ada saat ini adalah hanya kumpulan terjemahan dari para penulis sejarah, yang khususnya banyak berisi sejarah Bangsa Bani Israil-Yahudi dan tatacara aturan agamanya, dengan tingkat keakuratan yang rendah.
Benarlah, karenanya:
QS An Nisaa’ ayat 155 (4:155):
Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: "Hati kami tertutup." Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka.
QS Al Maaidah ayat 13 (5:13):
(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.